May 20, 2010

Panja Gula: Selisih Harga Lelang Seharusnya untuk Petani

JAKARTA – Ketua Panitia Kerja (Panja) Gula Komisi VI DPR RI, Aria Bima, bisa memahami naiknya harga patokan petani (HPP) gula yang ditetapkan pemerintah, dari Rp 5.350 menjadi Rp 6.350,-/kg.

Namun, ia mengingatkan, agar selisih harga lelang gula dengan HPP sepenuhnya diberikan kepada petani.

“Yang lebih penting daripada kenaikan HPP adalah dikembalikannya selisih harga lelang dengan HPP kepada petani tebu. Sebab harga lelang selalu lebih tinggi daripada HPP,” kata Aria Bima, yang juga Wakil Ketua Komisi VI DPR itu, Rabu (12/5).

Menurut Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Arum Sabil, saat ini harga lelang gula sekitar Rp 7.200/kg. Jika HPP gula Rp 6.350/kg, maka terdapat selisih Rp 850/kg yang mestinya dinikmati petani tebu.

Sementara biaya pokok produksi gula yang ditetapkan Tim Independen saat ini sebesar Rp 6.250/kg. Jika HPP dikurangi biaya pokok produksi hanya ada keuntungan sebesar Rp 100/kg bagi petani tebu. Walhasil, lebih tinggi keuntungan yang diperoleh dari selisih harga lelang dengan HPP daripada selisih HPP dikurangi biaya pokok produksi.

Lantaran itulah, Ketua DPP APTRI Abdul Wachid menyatakan, kenaikan HPP sekarang ini kurang bisa mendukung upaya swasembada gula tahun 2012 yang dicanangkan pemerintah. “Karena keuntungannya sangat kecil,” katanya.

Lebih jauh Aria Bima menjelaskan, karena petani tebu terjebak sistem ijon dengan tengkulak atau pedagang besar gula, mereka hanya menerima 60% dari total selisih harga lelang dengan HPP. Sisanya, sebesar 40%, dinikmati para pedagang besar gula yang telah meminjamkan dana talangan.

“Karena itu, untuk menolong petani tebu dan mendukung upaya swasembada gula, bank-bank BUMN harus mengambil alih peran sebagai penyedia dana talangan,” kata Aria Bima.

Dana talangan ini, kata dia, disalurkan kepada petani melalui pabrik-pabrik gula milik negara atau PTPN (BUMN perkebunan), dengan jaminan tebu milik para petani. Sebab jika petani tebu sendiri yang mengajukan pinjaman ke bank akan menemui kesulitan lantaran dianggap tidak “bankable” oleh pihak bank. [] 

Keterangan: 
Siaran pers ini antara lain di muat Harian Suara Merdeka, Semarang, Jawa Tengah, 14 Mei 2010.



No comments: