Jul 12, 2010

Ketua Panja Gula:Tindak Produsen Gula Rafinasi Nakal

 
JAKARTA Ketua Panita Kerja (Panja) Gula DPR RI, Aria Bima, mendesak pemerintah segera menindak produsen gula rafinasi nakal yang menjual gula rafinasi berbahan baku raw sugar ke pasar gula konsumsi.

Pemerintah, dalam hal ini Direktorat Pengawasan Barang dan Jasa Departemen Perdagangan, harus memberi sanksi tegas. Dalam jangka pendek, pemerintah bisa memberi sanksi pengurangan kuota impor bahan baku (raw sugar) untuk gula rafinasi, katanya.


Aria Bima menyatakan hal itu untuk menanggapi berita seputar maraknya gula rafinasi yang dijual sebagai gula konsumsi di pasaran. Menurut Aria Bima, gula rafinasi mestinya hanya boleh dijual kepada industri makanan dan minuman (mamin). “Bahkan sekitar 75 persen produksi gula rafinasi harus dijual langsung kepada industri mamin dan sekitar 25 persen disalurkan melalui distributor terdaftar. Distributor ini pun harus memiliki konsumen industri mamin UMKM  yang jelas dan terdaftar, dengan sepengetahuan RT/RW,” katanya.

Karena itu, Aria Bima menduga, jika gula rafinasi sampai dijual sebagai gula konsumsi kemungkinan besar disebabkan dua hal. Pertama, ada pabrik gula rafinasi yang tidak jelas konsumen industri maminnya, sehingga akhirnya menjual gula rafinasi sebagai gula konsumsi. Kedua, banyak pabrik yang memproduksi gula rafinasi dengan inkumsa di bawah standar Badan Standarisasi Nasional (BSN). Karena inkumsa di bawah standar,  akibatnya ditolak industri mamin dan terpaksa dijual sebagai gula konsumsi.

Bocornya gula rafinasi ke pasar gula konsumsi bersamaan dengan datangnya musim giling ini, menurut Aria Bima, jelas akan memukul gula produksi dalam negeri. Sebab gula rafinasi mendapat fasilitas bebas bea masuk untuk bahan bakunya yang diimpor, sehingga bisa dijual dengan harga lebih murah. Sementara kadar inkumsa gula rafinasi yang berada di bawah standar BSN juga akan membahayakan kesehatan jika dikonsumsi secara langsung oleh masyarakat.

Karena itu, perlu sidak (inspeksi mendadak) secara langsung oleh BSN, Lembaga Perlindungan Konsumen, dan Kementerian Perdagangan serta Kementerian Perindustrian yang bertanggung jawab dalam perizinan industri gula rafinasi, kata Aria Bima.

Pembiaran

Bila produsen gula rafinasi nakal tidak segera ditindak tegas, Aria Bima menilai pemerintah telah melakukan pembiaran atau bahkan kongkalingkongdengan para produsen gula rafinasi nakal tersebut. Dan bila hal itu terjadi, berarti pemerintah tidak memihak nasib petani tebu sekaligus mengabaikan bahaya mengkonsumsi gula rafinasi bagi kesehatan rakyat.

 Hal itu jelas akan menurunkan semangat para petani tebu. Selanjutnya, jika para petani enggan menanam tebu, maka akan menghambat program swasembada gula nasional tahun 2014 yang dicanangkan pemerintah sendiri, katanya.

Pembiaran terhadap bocornya gula rafinasi ke pasar umum tersebut juga sangat tidak adil bagi petani tebu. Sebab gula petani tebu akan dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10%, sementara gula rafinasi yang bahan bakunya impor justru dibebaskan dari bea masuk.

Padahal petani tebu masih harus menanggung merosotnya pendapatan akibat adanya inefisiensi pabrik gula. Akibat ketidakefisienan mesin-mesin pabrik yang sudah ketinggalan zaman ini, rendemen tebu sekarang hanya bisa mencapai 5 sampai 6, padahal harusnya 8 hingga 10, kata Aria Bima.

Karena itu, Aria Bima meminta Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Kementerian Perdagangan mengaudit kembali seluruh pabrik gula rafinasi yang ada di Indonesia. Audit meliputi aspek produksi maupun aspek distribusi. Aspek produksi terkait sejauhmana gula rafinasi telah memenuhi standar mutu SNI (Standar Nasional Indonesia), sementara aspek distribusi menginvestigasi produsen gula rafinasi yang sengaja melepas produknya ke pasar gula konsumsi.

 Kita tidak ingin industri gula rafinasi mati, karena keberadaannya memang dibutuhkan oleh industri mamin, Namun kita juga tidak ingin produksi gula rafinasi akhirnya justru mematikan industri gula dalam negeri berbasis bahan baku tebu. Untuk itulah Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) juga perlu lebih diberdayakan, dengan diberi penguatan untuk mengatur anggotanya. Baik di dalam masalah impor raw sugar maupun pengawasan produksi dan distribusi gula rafinasi di dalam negeri. Jika tidak, lebih baik AGRI dibubarkan saja, katanya.

Menurut Aria Bima, dengan 8 pabrik gula rafinasi yang ada di Indonesia, dan total produksi sekitar 3 juta ton per tahun, industri gula rafinasi seharusnya sudah dimasukkan dalam daftar  negative-list investasi menggunakan bahan baku dari tebu atau raw sugar produksi dalam negeri. Kecuali jika pabrik rafinasi yang baru tersebut didirikan dengan menggunakan bahan baku atau raw sugar produksi dalam negeri, kata dia.

Selain itu, sebagai Ketua Panja Gula, Aria Bima juga meminta semua pihak terkait agar dalam memaknai swasembada gula tidak hanya dalam arti ketersediaan gula secara nasional namun juga selalu dikaitkan dengan kesejahteraan petani. Ia juga meminta agar dikotomi gula rafinasi dan gula konsumsi semakin lama kian ditiadakan, dengan jalan selalu mengaitkan keduanya dengan pengertian swasembada gula tadi. []

Catatan: Dimuat  Suara Merdeka dan Kantor Berita ANTARA.


No comments: