![]() |
Aria Bima (foto: Antara). |
Pekanbaru (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI yang membidangi perindustrian, perdagangan, koperasi dan BUMN, Aria Bima, mengatakan, Kamis, sikap Menteri Keuangan mengecewakan soal pengaturan lembaga keuangan mikro.
"Banyak kalangan di komisi kami menyatakan kecewa dengan sikap pemerintah, khususnya Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo, yang dinilai tidak mendukung substansi Rancangan Undang-undang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) sebagaimana diajukan DPR RI," katanya.
Melalui jejaring komunikasi ia menambahkan, Komisi VI DPR RI juga kecewa akibat tidak sinkronnya posisi pemerintah.
"Di satu sisi Menteri Koperasi dan UKM Syarifudin Hasan sejalan dengan DPR, sedangkan Menteri Keuangan Agus Martowardojo sebaliknya," ungkapnya.
Aria Bima lalu menunjuk pernyataan juru bicara Fraksi PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikto saat Rapat Kerja (Raker) Komisi VI DPR RI dengan Menteri Koperasi dan UKM, Menteri Hukum dan HAM, serta Menteri Keuangan, Senin awal pekan ini.
Ketika itu, menurutnya, Hendrawan menyatakan, latar belakang Rancangan Undang Undang (RUU) inisiatif DPR RI tentang LKM itu, karena Dewan menyadari ada praktik pemerasan bertingkat oleh rentenir di tengah-tengah masyarakat pedesaan.
"Bahkan, menurut Hendrawan, ada rentenir yang tega mengutip bunga lima persen per hari untuk pinjaman sebesar Rp100 ribu bagi para pedagang kecil," ujarnya.
Dikatakan, masyarakat di bawah (`the people of the bottom`) ini mengalami tekanan atau pemerasan paling berat.
"Banyak kalangan di komisi kami menyatakan kecewa dengan sikap pemerintah, khususnya Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo, yang dinilai tidak mendukung substansi Rancangan Undang-undang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) sebagaimana diajukan DPR RI," katanya.
Melalui jejaring komunikasi ia menambahkan, Komisi VI DPR RI juga kecewa akibat tidak sinkronnya posisi pemerintah.
"Di satu sisi Menteri Koperasi dan UKM Syarifudin Hasan sejalan dengan DPR, sedangkan Menteri Keuangan Agus Martowardojo sebaliknya," ungkapnya.
Aria Bima lalu menunjuk pernyataan juru bicara Fraksi PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikto saat Rapat Kerja (Raker) Komisi VI DPR RI dengan Menteri Koperasi dan UKM, Menteri Hukum dan HAM, serta Menteri Keuangan, Senin awal pekan ini.
Ketika itu, menurutnya, Hendrawan menyatakan, latar belakang Rancangan Undang Undang (RUU) inisiatif DPR RI tentang LKM itu, karena Dewan menyadari ada praktik pemerasan bertingkat oleh rentenir di tengah-tengah masyarakat pedesaan.
"Bahkan, menurut Hendrawan, ada rentenir yang tega mengutip bunga lima persen per hari untuk pinjaman sebesar Rp100 ribu bagi para pedagang kecil," ujarnya.
Dikatakan, masyarakat di bawah (`the people of the bottom`) ini mengalami tekanan atau pemerasan paling berat.
Sayangnya, demikian Aria BIma, rapat kerja tersebut tidak dihadiri Menteri Hukum dan HAM serta Menteri Keuangan.
Senada dengan Hendrawan, Aria Bima menguraikan, dalam pandangan DPR RI, lembaga keuangan mikro yang akan diatur melalui RUU LKM, hendaknya diletakkan di luar sistem perbankan.
Dengan demikian, menurut keduanya, LKM dapat menjadi lembaga keuangan desa dan mendorong pemerintah desa memajukan kewirausahaan di desa.
"Namun RUU LKM versi pemerintah (Agus Marto, Red) betul-betul di luar atau berbeda dengan yang dibayangkan DPR," katanya.
Di Luar OJK
Aria Bima lebih lanjut menjelaskan, RUU LKM diniatkan untuk menahan perputaran uang di desa, agar tidak semuanya tersedot ke pusat melalui lembaga sentralistis perbankan.
"Untuk itulah, lembaga keuangan mikro ingin kami tempatkan di luar OJK (Otoritas Jasa Keuangan, Red) atau perbankan," katanya.
Bentuknya, menurutnya, bisa koperasi simpan pinjam atau paguyuban arisan yang menjalankan kegiatan simpan pinjam.
"Kami berpendapat sesuai realitas sejarah, lembaga keuangan mikro prakteknya sudah ada sejak lama ada di tengah masyarakat, namun belum ada payung hukumnya. Di sinilah letak penting RUU LKM," kata politisi PDI Perjuangan ini lagi.
Aria Bima kemudian menunjuk pula pernyataan Ecky Awal Mucharam, juru bicara Fraksi PKS, yang juga menyatakan kekecewaannya.
"Beliau mengatakan, niat DPR RI (dengan RUU LKM) ingin memberikan akses sebesar-besarnya bagi masyarakat desa untuk mendapatkan permodalan yang cepat, murah, bebas dari rentenir, dan berbasis pedesaan. Namun niat itu menjadi tertutup dengan diubahnya 40 DIM (daftar isian masalah, Red) dan diubahnya ruh RUU LKM oleh pemerintah," katanya.
Dalam kaitan ini, lanjut Aria, PKS menilai, apabila pengaturan UU LKM ditarik semuanya ke pusat, seperti keinginan Menteri Keuangan Agus Marto, menjadi tidak lagi kontekstual dengan peran pemerintah daerah.
Karena itu, menurut Ecky, sebagaimana dikutip Aria Bima, Fraksi PKS mempertanyakan, apakah sebetulnya keinginan pemerintah terkait dengan RUU LKM.
"Apakah LKM akan ditarik kembali menjadi lembaga keuangan konvensional perbankan? Karena ruh RUU LKM versi DPR sangat berbeda dengan RUU LKM versi pemerintah," tutur Ecky, masih menurut Aria.
Demokrat Juga Menentang
Aria Bima melanjutkan, akibat situasi tersebut, Fraksi Partai Demokrat juga terang-terangan menentang keinginan Menteri Keuangan Agus Marto.
Juru bicara Fraksi Demokrat, Ferarri Roemawi, menegaskan, pembahasan RUU Mikro tidak bisa disatukan dengan UU Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengatur pengawasan perbankan dan pasar modal.
"Karena, menurut fraksi pemerintah ini, UU OJK tidak mengarah kepada pengawasan lembaga keuangan (nonbank). Oleh karena itu, bagaimana mekanisme pengawasan LKM, apakah menjadi wilayah kerja pemerintah pusat atau daerah, akan dibahas dalam Panja (Panitia Kerja) RUU LKM," kata Aria mengutip Ferarri.
Bentuk kelembagaan LKM, masih menurut Ferarri, apakah koperasi atau PT (Perseroan Terbatas, Red), akan dibahas lebih mendalam dalam Panja.
"Demikian pula terkait lembaga penjamin LKM nantinya seperti apa, juga akan dibahas melalui Panja. Selama ini, LKM yang belum ada payung hukumnya ini, sudah banyak beroperasi di tengah masyarakat. Lembaga pembinanya tidak ada, baik Kementerian Keuangan maupun Kementerian Koperasi. Kami berharap RUU LKM bisa menjadi sistem tersendiri, di luar OJK," tandas Ferarri.
Aria Bima menambahkan, akibat adanya silang pendapat DPR RI dengan pemerintah ini, Ketua Komisi VI DPR RI, Airlangga Hartarto (Fraksi Partai Golkar) memutuskan menunda sidang, untuk mendengar langsung penjelasan Menteri Keuangan Agus Marto.
"(Merujuk DIM versi Menteri Keuangan) Terjadi perubahan total dari aspek filosofi perundang-undangan. Karena itu, DPR harus mendengar langsung penjelasan dari Menteri Keuangan dan untuk itu DPR menjadwalkan ulang Raker RUU LKM ini," kata Airlangga sebagaimana dikutip Aria.
Sementara itu, Menteri Koperasi dan UKM, Syarif Hasan dalam `closing-statement`-nya menyatakan sependapat dengan DPR RI ihwal perlunya RUU LKM ditujukan untuk pemberdayaan ekonomi rakyat dan wirausaha di desa.
"Kami juga sependapat dengan DPR bahwa internal pemerintah sendiri harus melakukan sinkronisasi, meskipun hal itu sudah dilakukan sebelumnya. Kami juga setuju bahwa diperlukan penjelasan langsung dari Menteri Keuangan," kata Syarif Hasan.
Karena itu, demikian Aria Bima, untuk menghindari terulangnya ketidakhadiran Menteri Keuangan, DPR RI menyerahkan penetapan tanggal atau jadwal rapat kerja berikutnya kepada Agus Martowardojo. (M036). Editor: B Kunto Wibisono
Sumber tulisan: http://www.antaranews.com/berita/298656/aria-bima-sikap-menkeu-soal-lembaga-keuangan-mikro-mengecewakan.
No comments:
Post a Comment